Syahidah Pertama Dalam Islam (Profil Shahabiyat)

Category: Khazanah Published: Tuesday, 18 September 2012

 

 

بِسمِ اَللهِ اَلرَّ حْمٰنِ اَلرَّ حِيمِ

 

Sumayyah

~Syahidah Pertama Dalam Islam~

 

Sebelum Nabi Muhammad saw lahir, tersebutlah seseorang dengan nama Yasir bin Amir. Ia adalah seorang musafir yang datang jauh dari negeri Yaman dan menetap di kota Makkah. Kota Makkah yang saat itu adalah kota yang sangat sering didatangi oleh pedagang dan pengunjung yang ingin beribadah ke Ka’bah, merupakan kota yang sangat ramai dan makmur.

Yasir menetap di Makkah beberapa lama sambil menjalin persahabatan dengan Abu Hudzaifah bin Mughirah, seorang saudagar Makkah yang cukup kaya. Seiring berjalannya waktu, Abu Hudzaifah sangat mempercayai Yasir, sehingga ia mengizinkan Yasir untuk menikahi salah seorang budak perempuan yang dimilikinya yang bernama Sumayyah, dengan mahar yang sangat murah.

Kehidupan yang dijalani oleh Sumayyah dan suaminya dipenuhi dengan kesederhanaan yang disertai dengan cinta kasih. Beberapa tahun kemudian, lahirlah Ammar bin Yasir. Abu Hudzaifah yang saat itu masih merupakan majikan Sumayyah mengahadiahi pasangan suami-istri itu dengan hadiah yang luar biasa, yaitu kemerdekaan Sumayyah. Maka sempurnalah kebahagiaan keluarga itu.

 

Sumayyah mendidik Ammar kecil dengan cinta kasih, yang disertai dengan budi pekerti yang baik. Sehingga Ammar tumbuh menjadi anak yang berbudi baik dan sederhana.

 

Ketika Ammar beranjak dewasa, tersebarlah rumor dikalangan warga miskin di Makkah, bahwa Muhammad bin Abdullah membawa agama baru. Ammar yang saat itu berjiwa muda, sangat ingin tahu akan hal ini. Ia tahu bahwa Muhammad bukanlah orang yang suka asal bicara atau berbohong seperti yang dikatakan oleh orang-orang. Setelah mengikuti majelis yang diadakan Rasulullah saw di rumah keluarga Arkam, Ammar merasa tentram dan sama sekali tidak ada perasaan yang membuatnya khawatir atau curiga terhadap apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

 

Maka pulanglah Ammar dengan dipenuhi hidayah di hatinya. Sesampainya di rumah, ibunya bertanya tentang apa yang dilakukannya hingga pulang larut malam. Sumayyah dan Yasir yang saat itu masih musyrik sangat khawatir dengan keberadaan Nabi Muhammad, yang memang dekat dengan orang-orang miskin. “Apa yang baru saja kau kerjakan diluar sana? Sungguh kami sangat khawatir akan keberadaan Muhammad disisi kalian para pemuda.” Tanya Sumayyah. “Sungguh Ibunda, seperti yang sudah kau ketahui selama ini, bahwa tiadalah seorang yang lebih jujur dan terpercaya selain Muhammad di Makkah ini. Dan hanya karena para pembesar-pembesar Quraiys berbicara yang tidak benar terhadapnya, apakah ia akan menjadi seorang pendusta dimatamu hai Ibunda?.” Jawab Ammar. “. “ Tapi Ammar, bukankah apa-apa yang diajarkan Muhammad bertentangan dengan ajaran nenek moyang kita?” giliran Yasir yang membrondongnya dengan pertanyaan. Dengan tenang Ammar menjawab lembut, “Sungguh, tiadalah ajaran yang kau ajarkan wahai ibunda, serta keteladanan yang kau contohkan wahai ayahanda, yang tidak dibenarkan dan diserukan oleh Muhammad, selain daripada yang mengandung kesyirikan pada Allah. Apakah memberi makan orang miskin dan memelihara anak-anak yatim adalah perbuatan dosa? Apakah berlaku baik terhadap sesama manusia baik ia budak ataupun jiwa merdeka ialah perbuatan dosa? Karena hal-hal inilah yang beliau ulang-ulang dan ajarkan kepada kami. Dari apa yang diwahyukan Allah kepadanya melalui malaikatNya.”. Ayahnya kembali bertanya “Tapi Ammar, aku dengar ia juga mengajarkan bahwa wanita sama derajatnya dengan pria? Benarkah hal itu?”.Ammar menjawab “ Wahai ayah, sungguh disisi Allah semua manusia sama derajatnya, yang membedakannya hanyalah ketaqwaannya, sehingga seorang wanita yang beriman bahkan bisa menjadi lebih mulia daripada seorang pria yang musyrik, dan bukankah Siti Hawa adalah seorang wanita serta Maryam binti Imran adalah wanita? Tidakkah mereka adalah wanita-wanita mulia. Dan ingat ayah, ibumu dan ibuku adalah wanita, dan tiadalah seorang wanita yang kumuliakan lebih dulu daripada ibuku.”

 

Setelah dialog itu, maka bersama-sama keluarga Yasir mendatangi Rasulullah saw dan menyatakan keislaman mereka. Semenjak itu keluarga Yasir dikenal sebagai orang-orang awal yang masuk Islam.

 

Para pembesar-pembesar Quraisy saat itu mulai melihat dampak yang ditimbulkan oleh dakwah Nabi Muhammad. Beberapa orang Quraisy yang terpandang mulai masuk Islam. Salah seorang gembong Quraisy yang sangat membenci Islam adalah Abu Jahal. Ia akan melakukan apa saja agar orang-orang yang telah masuk Islam kembali ke agama yang dulu, yakni menyembah berhala.

 

Cara-cara yang dikerjakan oleh Abu Jahal dan pembesar-pembesar Quraisy lainnya beragam, tergantung kepada siapa orang Islam tersebut, jika ia dari kalangan orang-orang terpandang di Makkah, maka mereka hanya akan melakukan gertakan-gerktakan seadanya. Sedangkan untuk kalangan miskin dan para budak, akan dilakukan cara-cara yang sangat kasar dan tanpa ampun.

 

Keluarga Yasir adalah keluarga miskin yang senantiasa menderita kekejaman daripada para pembesar-pembesar Quraisy. Mereka diikat di suatu daerah di gurun yang panas dan didera dengan cambukan-cambukan. Bahkan Ammar sempat dibakar hidup-hidup, saat itu Rasulullah lewat dan mengusap-usap kening Ammar sambil berkata, “Hai api, menjadi dinginlah, sebagaimana kau menjadikan dirimu sejuk untuk Ibrahim!”

 

Siksaan dan aniaya menjadi makanan sehari-hari keluarga Yasir. Sampai suatu ketika Ammar disiksa oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya, ia disiksa sedemikian rupa hingga tak sadarkan diri dan mengucapkan kata-kata kekafiran. Hal ini diketahui oleh para sahabat dan dilaporkan kepada Nabi. Esoknya Nabi bertanya kepada Ammar, ia mengakuinya, namun ia tidak sungguh-sungguh mengatakannya, ia mengatakannya semata-mata untuk menghindari penindasan lebih lanjut. Hal ini kemudian dibenarkan oleh Rasulullah saw dengan wahyu dari Allah:

 

مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَوَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَـكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْراًفَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ 

Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (An-Nahl : 106)

 

Lain halnya dengan sang anak, Sumayyah justru malah menantang Abu Jahal. Melihat Sumayyah melakukan hal itu, Abu Jahal semakin marah sehingga menusuk dada Sumayyah dengan tombak. Maka gugurlah ia sebagai syahidah pertama dalam Islam. Hal serupa terjadi pada Yasir, ia dibunuh oleh Abu Jahal beberapa saat sebelum Sumayyah. Keduanya gugur dalam keadaan dipenuhi keimanan. Tercatatlah keduanya di dalam daftar para penghuni surga. Hal ini dibenarkan oleh Nabi dengan sabdanya, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir! Bersabarlah! Sesungguhnya balasan kalian adalah surga.”

 

Sungguh telah harum bumi ini dengan darah seorang syahidah di awal pertumbuhan Islam. Seorang tokoh yang menjadi pecut bagi para Muslimah di seluruh dunia agar berlomba-lomba mencari syahid. Hal ini juga membuktikan bahwa seorang Muslimah-pun dapat menggapai syahid dengan ketegaran dan keistiqomahannya di jalan Allah.

Wallahu a’lam bish-shawwab………